Jumat, 22 Mei 2009

HIDUP BARU

Hidup baru berkabar dalamku
Segala indah dalam pandangan
Hidup zamanku jadi ilhamku

Jiwaku yang dulu kecewa
Merana dalam malam kesedihan
Sekarang kembali kuat gembira
Mencium sinar api perjuangan

Selagi jantungku berdagup gembira
Mampakan darah merah pahlawan
Selama itu dengan ikhlas
Kuserahkan jiwaku pada perjuangan

Selasa, 05 Mei 2009

Asal Usul Nama Tempat di Jakarta

(J.Gaarder)

Asal Usul Nama Tempat di Jakarta
Beberapa dikopas di bawah.---Kajian sejarah toponomi ini merupakan salah satu upaya dalam menjelaskan sejarah asal – usul nama suatu tempat atau nama kampung yang ada di Jakarta. Ternyata setelah dilakukan penelitian, baik yang bersifat kajian arsip maupun berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa sesepuh dan nara sumber yang layak untuk itu, menyebutkan nama tempat dan nama kampung yang ada di Jakarta, tidak sekedar nama saja. Hampir semua nama yang dikaji pada pengkajian nama tempat dan kampung kali ini, mempunyai riwayat sendiri – sendiri.AngkeAsal – usul kata angke berasal dari bahasa Cina dengan dua suku kata, yaitu ang yang artinya darah dan Ke yang artinya bangkai. Kampung ini dinamakan Angke karena adanya peristiwa sejarah yang sangat berhubungan dengan sejarah kota Batavia. Pada tahun 1740 ketika terjadi pemberontakan orang – orang Cina di Batavia, ribuan orang Cina dibantai oleh Belanda.Mayat orang – orang Cina yang bergelimpangan dibawa dan dihanyutkan ke kali yang ada didekat peristiwa tersebut, sehingga kampung dan kali yang penuh dengan mayat itu diganti penduduk dengan nama Kali Angke dan kampung Angke. Sebelum peristiwa itu terjadi, kampung itu namanya adalah kampung Bebek, hal ini karena orang Cina yang tinggal dikampung itu banyak yang berternak bebek.BetawiMerupakan sebutan lain untuk kota Jakarta dan sekaligus sebutan untuk masyarakat pribumi yang berdiam di Jakarta Asal – usul penyebutan nama Betawi ini ada beberapa versi.Versi pertama menyebutkan bahwa nama Betawi berasal dari pelesetan nama Batavia. Nama Batavia berasal dari nama yang diberikan oleh J.P Coen untuk kota yang harus dibangunnya pada awal kekuasaan VOC di Jakarta. Kota Batavia yang dibangun Coen itu sekarang disebut Kota atau Kota lama Jakarta. Karena asing bagi masyarakat pribumi dengan kata Batavia, maka sering dibaca dengan Betawi.Versi kedua menyebutkan bahwa nama Betawi mempunyai sastra lisan yang berawal dari peristiwa sejarah yang bermula dari penyerangan Sultan Agung (Mataram) ke Kota berbenteng , Batavia. Karena dikepung berhari – hari dan sudah kehabisan amunisi, maka anak buah (serdadu) J.P. Coen terpaksa membuat peluru meriam dari kotoran manusia Kotoran manusia yang ditembakkan kepasukan Mataram itu mendatangkan bau yang tidak sedap, secara spontan pasukan Mataram yang umumnya adalah orang Jawa berteriak menyebut mambu tai….., mambu tai. Kemudian dalam percakapan sehari – hari sering disebut Kota Batavia dengan kota bau tai dan selanjutnya berubah dengan sebutan Betawi.GlodokGlogok dewasa ini dijadikan nama sebuah kelurahan di wilayah kecamatan Tamansari, Kotamadya Jakarta Barat.Mengenai asal – usul nama kawasan itu terdapat beberapa pendapat. Ada yang mengatakan berasal dari kata grojok, onomatopi suara kucuran air dari pancuran. Memang cukup masuk akal, karena di sana jaman dulu terdapat semacam waduk penampungan air dari kali Ciliwung, yang dikucurkan dengan pancuran terbuat dari kayu dari ketinggian kurang lebih 10 kaki. Kata grojok diucapkan oleh orang – orang. Tionghoa totok, penduduk mayoritas kawasan itu jaman dulu berubah menjadi Glodok sesuai dengan lidahnya.Keterangan lainnya menyebutkan, bahwa kata glodok diambil dari sebutan terhadap jembatan yang melintas Kali Besar (Ciliwung) di kawasan itu, yaitu jembatan Glodok. Disebut demikian karena dahulu di ujungnya terdapat tangga – tangga menempel pada tepi kali, yang biasa digunakan untuk mandi dan mencuci oleh penduduk di sekitarnya. Dalam bahasa Sunda, tangga semacam itu disebut glodok, sama seperti sebutan bagi tangga rumah.Mandi di kali pada jaman dulu, bukan hanya kebiasaan orang bumiputra saja melainkan menjadi kebiasaan umumnya penduduk, termasuk orang – orang Belanda yang berkedudukan tinggi sekalipun ( De Haan, 1935: 193 dan 294).Karet TengsinMarupakan nama kampung yang ada disekitar kampung Tanah Abang. Nama ini berasal dari nama orang Cina yang kaya raya dan baik hati. Orang itu bernama Tan Teng Sien . Karena baik hati dan selalu memberi bantuan kepada masyarakat sekitar kampung, maka Teng Sien cepat dikenal. Disekitar daerah ini pada waktu itu banyak tumbuh pohon karet karena masih berupa hutan. Pada waktu Ten Sien meninggal, banyak masyarakat yang dating melayat. Bahkan ada yang dating dari luar Jakarta, seperti dari Jawa Tengah dan Jawa Timur Teng Sien dikenal oleh masyarakat sekitar dan selalu menyebut daerah itu sebagai daerah Teng Sien. Karena pada waktu itu banyak pohon karet, maka daerah ini terkenal sampai sekarang dengan nama Karet Tengsin.KebayoranKawasan Kebayoran dewasa ini terbagi menjadi dua buah kecamatan, Kecamatan Kebayoran Baru dan Kebayoran Lama, Kotamadya Jakarta Selatan.Kebayoran berasal dari kata kabayuran, yang artinya “tempat penimbunan kayu bayur” (Acer Laurinum Hask., famili Acerinae), yang sangat baik untuk dijadikan kayu bangunan karena kekuatannya serta tahan terhadap serangan rayap (fillet 1888: 40). Bukan hanya kayu bayur yang biasa ditimbun dikawasan itu pada jaman dulu, melainkan juga jenis – jenis kayu lainnya. Kayu – kayu gelondongan yang dihasilkan kawasan tersebut dan sekitarnya diangkut ke Batavia melalui Kali Krukut dan Kali Grogol, dengan cara dihanyutkan. Berbeda dengan keadaan sekarang, kedua sungai tersebut pada jaman itu cukup lebar dan berair dalam.MentengMerupakan nama daerah yang ada di selatan kota Batavia. Semula daerah ini merupakan hutan dan banyak ditumbuhi pohon buah – buahan. Karena banyaknya pohon Menteng yang tumbuh di daerah ini, maka masyarakat mengaitkan nama tempat ini dengan Kelurahan dan sekaligus juga nama Kecamatan yang ada di wilayah Jakarta Pusat.PancoranPancoran terletak di Kelurahan Glodok, Kecamatan Tamansari Kotamadya Jakarta Barat.Pancoran berasal dari kata Pancuran. Di kawasan itu pada tahun 1670 dibangun semacam waduk atau “aquada” tempat penampungan air dari kali Ciliwung, yang dilengkapi dua buah pancuran itu mengucurkan air dari ketinggian kurang lebih 10 kaki.Dari sana air diangkut dengan perahu oleh para penjaja yang menjajakannya disepanjang saluran – saluran (grachten) di kota. Dari tempat itu pula kelasi- kelasi biasa mengangkut air untuk kapal – kapal yang berlabuh agak jauh dilepas pantai, karena dipelabuhan Batavia kapal tidak dapat merapat. Karena banyaknya yang mengambil air dari sana, sering kali mereka harus antri berjam – jam. Tidak jarang kesempatan itu mereka manfaatkan untuk menjual barang – barang yang mereka selundupkan.Dari penampungan di situ kemudian air disalurkan ke kawasan kastil melalui Pintu Besar Selatan. Rancangannya sudah dibuat pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Durven (1728 – 1732), tetapi dilaksanakan pada awal masa Van Imhoff berkuasa (1743 – 1750). Dengan demikian maka pengambilan air untuk keperluan kapal menjadi tidak terlalu jauh sampai melewati kota.Dengan adanya saluran air dari kayu itu, maka di halaman Balikota (Stadhuis) dibuat pula air mancur. Sisa – sisa salurannya masih ditemukan pada tahun 1882, yang ternyata berbentuk balok kayu persegi empat yang dilubangi, disambung – sambung satu sama lain direkat dengan timah (De Haan 1935; 299 – 300).Pasar BaruMerupakan nama sebuah pasar yang ada di wilayah Jakarta Pusat. Sebutan nama Pasar Baru, karena pasar ini merupakan pasar yang ada belakangan setelah lingkungan sektor lapangan Gambir dibuka oleh Gubernur Jenderal Daendels. Daerah yang dibangun oleh Daendels sebagai pusat pemerintahan Hindi Belanda yang baru, daerah ini disebut Weltevreden ( tempat yang menyenangkan). Disekitar weltevreden telah ada pasar seperti pasar Tanah Abang dan Pasar Senen. Untuk membedakan satu sama lain, Daendels menyebut pasar itu sebagai Pasar Baru. (Yang baru dibangun).RagunanKawasan Ragunan dewasa ini menjadi sebuah Kelurahan, Kelurahan Ragunan, termasuk wilayah Kecamatan Pasar Minggu, Kotamadya Jakarta Selatan.Nama Ragunan berasal dari Pangeran Wiraguna, yaitu gelaran yang disandang tuan tanah pertama kawasan itu, Hendrik Lucaasz Cardeel, yang diperolehnya dari Sultan Banten Abunasar Abdul Qahar, yang biasa disebut Sultan Haji, putra Sultan Ageng Tirtayasa.Tanah AbangKawasan Tanah abang meliputi sebagian besar wilayah Kecamatan Tanah Abang, Kotamadya Jakarta Pusat.Menurut Tota M. Tobing (intisari, Agustus 1985), ada anggapan, bahwa namaTanah Abang diberikan oleh orang – orang Mataram yang berkubu di situ dalam rangka penyerbuan Kota Batavia tahun 1628. Pasukan tentara Mataram tidak hanya datang melalui laut di utara, melainkan juga melalui darat dari selatan. Ada kemungkinan pasukan tentara Mataram itulah yang memberi nama Tanah Abang, karena tanahnya berwarna merah, atau abang menurut bahasa Jawa.Kemungkinan lain adalah bahwa nama itu diberikan oleh orang – orang (Jawa) Banten yang bekerja pada Phoa Bingham, atau Bingam, waktu membuka hutan di kawasan tersebut. Konsesinya diperoleh Bingam, Kapten golongan Cina, pada tahun 1650 . Mungkin karena pernah bermukim di Banten sebelum hijrah ke Batavia, seperti Benkon, pendahulunya, Bingam pun akrab dengan orang – orang Banten. Benkon pernah membebaskan wangsa, seorang asal Banten,dari tahanan Kompeni dengan uang jaminan sebesar 100 real, pada tahun


http://www.budayajakarta.com

The Legend of Surabaya


The Legend of Surabaya
Folklore from East Java
A long time ago in East Java there were two strong animals, Sura and Baya. Sura was a shark and Baya was a crocodile. They lived in a sea. Actually, they were friends. But when they were hungry, they were very greedy. They did not want to share their food. They would fight for it and never stop fighting until one of them gave up. It was a very hot day. Sura and Baya were looking for some food. Suddenly, Baya saw a goat. “Yummy, this is my lunch,” said Baya. “No way! This is my lunch. You are greedy! I had not eaten for two days!” said Sura. Then Sura and Baya fought again. After several hours, they were very tired. Sura had a plan to stop their bad behavior. “I’m tired of fighting, Baya,” said Sura. “Me too. What should we do to stop fighting? Do you have any idea?” asked Baya. “Yes, I do. Let’s share our territory. I live in the water, so I look for food in the sea. And you live on the land, right? So, you look for the food also on the land. The border is the beach, so we will never meet again. Do you agree?” asked Sura. “Hmm... let me think about it. OK, I agree. From today, I will never go to the sea again. My place is on the land,” said Baya. Then they both lived in the different places. But one day, Sura went to the land and looked for some food in the river. He was very hungry and there was not much food in the sea. Baya was very angry when he knew that Sura broke the promise. “Hey, what are you doing here? This is my place. Your place is in the sea!” “But, there is water in the river, right? So, this is also my place!” said Sura. Then Sura and Baya fought again. They both hit each other. Sura bit BayaÕs tail. Baya did the same thing to Sura. He bit very hard until Sura finally gave up. He went back to the sea. Baya was very happy. He had his place again. The place where they were fighting was a mess. Blood was everywhere. People then always talked about the fight between Sura and Baya. They then named the place of the fight as Surabaya, it’s from Sura the shark and Baya the crocodile. People also put their fight as the symbol of Surabaya city. ***

Minggu, 03 Mei 2009

Melongok Candi Seribu


Melongok Candi Seribu Arca
MENJULANG nan megah setinggi 47 meter, Candi Prambanan bisa dibilang merupakan salah satu peninggalan sejarah yang membuktikan ihwal kejayaan Hindu di tanah Jawa. Candi yang terletak di Desa Prambanan ini, kurang lebih 20 kilometer dari Kota Yogyakarta ke arah timur laut. Diperkirakan dibangun pada abad ke-10 masa pemerintahan Raja Rakai Pikatan dan Rakai Balitung pada masa Wangsa Sanjaya.
Terdapat tiga candi utama di kompleks Prambanan yaitu Candi Wisnu, Candi Brahma, dan Candi Siwa.
Ketiga candi tersebut adalah lambang Trimurti dalam kepercayaan Hindu. Setiap candi utama memiliki satu candi pendamping, yaitu Candi Nandini untuk Candi Siwa, Candi Angsa untuk Candi Brahma, dan Candi Garuda untuk Candi Wisnu. Selain candi utama dan candi pendamping, masih terdapat lagi 2 candi apit, 4 candi kelir, dan 4 candi sudut.
Salah satu candi pendamping yang dianggap cukup unik adalah Candi Garuda yang terletak di dekat Candi Wisnu. Candi ini menyimpan kisah tentang sosok manusia setengah burung yang bernama Garuda. Dalam mitologi Hindu, Garuda diyakini sebagai burung mistis bertubuh emas, berwajah putih, bersayap merah, berparuh, dan bersayap mirip elang. Diperkirakan, sosok seperti itu adalah adaptasi Hindu atas sosok Bennu (berarti "terbit" atau "bersinar") yang lazim dihubung-hubungkan dengan Dewa Ra dalam mitologi Mesir Kuna atau Phoenix dalam mitologi Yunani Kuna.
Menurut mitologi, Garuda bisa menyelamatkan ibunya dari kutukan Aruna (kakak Garuda yang terlahir cacat) dengan mencuri Tirta Amerta (air suci para dewa). Kemampuan menyelamatkan itulah yang dikagumi sebagian kalangan sampai sekarang.
Sejumlah negara menjadikan garuda sebagai lambang negara, termasuk Indonesia. Negara lain yang juga menggunakan garuda untuk lambang negara adalah Thailand, Yaman, dan Albania.
Seperti juga candi-candi lain yang terletak di Jawa Tengah, candi-candi di Prambanan mempunyai karakterisik bangunan yang tambun dan berundak-undak di bagian atasnya. Selain itu, puncak candi berbentuk ratna atau stupa. Gawang pintu candinya berhias kalamakara (kepala raksasa dengan lidah menjulur), sedangkan reliefnya yang timbul agak tinggi memiliki lukisan-lukisan naturalis. Posisi candi utama berada di tengah halaman, menghadap ke timur, sedangkan candi pendampingnya menghadap ke barat. Semuanya terbuat dari batu andesit.
Legenda yang banyak beredar di kalangan masyarakat Jawa tentang Candi Prambanan menyebutkan bahwa dulu Raja Bandung Bondowoso mencintai seorang putri bernama Roro Jonggrang. Akan tetapi, karena tidak mencintainya, Roro Jonggrang berkelit dengan meminta Bondowoso agar membuat candi dengan 1.000 arca dalam tempo hanya semalam. Permintaan tersebut hampir saja terpenuhi sebelum Roro Jonggrang akhirnya buru-buru meminta warga desa sekitar untuk menumbuk padi dan membuat api besar agar tercipta suasana seolah seperti pagi hari. Merasa dicurangi, Bondowoso, yang baru dapat menyelesaikan 999 arca itu, kaget serta marah dan lantas mengutuk Roro Jonggrang menjadi arca yang ke-1.000 sebagai penggenap isi candi yang dibuatnya.
Dengan sosoknya yang megah dan elok, tentu saja, Candi Prambanan senantiasa menarik minat para wisatawan untuk berkunjung. Bukan hanya wisatawan domestik, tetapi juga wisatawan mancanegara. Sejumlah petinggi negara asing bahkan menyempatkan pula untuk melihat langsung kemegahan dan keelokan candi ini.
Pangeran Akhisino dan Permaisuri Putri Kiko dari Jepang, misalnya, beberapa waktu lalu meluangkan waktu mereka untuk mengunjungi Candi Prambanan. Selain mengamati satu per satu bangunan candi yang ada di kompleks Prambanan, mulai dari candi-candi utama hingga candi-candi pendampingnya, dalam kunjungannya itu Pangeran Akhisino dan Permaisuri Putri Kiko menyempatkan pula untuk mengabadikan gambar mereka melalui kamera digital yang dibawanya.
Rusak parah
Gempa dahsyat yang menyapu sejumlah wilayah di Yogyakarta pada bulan Mei 2006 sempat membuat candi-candi di Prambanan mengalami kerusakan yang cukup parah. Tidak sedikit stupa candi yang rontok dan jatuh ke tanah akibat gempa dahsyat itu. Beberapa candi tidak lagi berdiri tegak.
Akibat kerusakan tersebut, kompleks Candi Prambanan langsung ditutup untuk umum. Alasan larangan itu karena dikhawatirkan bangunan candi yang rusak akan membahayakan keselamatan para wisatawan. Pasalnya, akibat guncangan gempa dahsyat tersebut, banyak susunan batuan candi yang terlepas dari struktur bangunan candi dan dikhawatirkan bisa jatuh menimpa pengunjung.
Maka, tidak lama berselang, rehabilitasi candi pun segera dilakukan dengan bantuan UNESCO (badan PBB yang mengurusi masalah-masalah pendidikan, sains, dan kebudayaan). UNESCO ikut mengambil peran dalam rehabilitasi Candi Prambanan lantaran candi ini telah menjadi bagian dari apa yang diistilahkan sebagai world heritage. Dalam hal ini, UNESCO berperan sebagai jembatan bagi negara-negara yang ingin membantu rehabilitasi Prambanan. Total dana yang dibutuhkan untuk rehabilitasi Candi Prambanan adalah Rp 1,4 miliar. Diperkirakan, baru tahun 2010 nanti rehabilitasi candi ini akan rampung seluruhnya.
Meskipun demikian, sejak bulan Mei 2008 ketika tahap pertama rehabilitasi selesai, Candi Prambanan mulai dibuka kembali untuk umum. Para wisatawan pun sudah diperbolehkan masuk ke sebagian areal candi yang sudah dianggap aman.
Saat penulis mengunjungi Prambanan baru-baru ini, kesibukan para pekerja yang sedang melakukan rehabilitasi sebagian candi di kompleks Prambanan masih terlihat. Candi yang sedang direhabilitasi dikelilingi pagar besi. Pengunjung sama sekali tidak diperkenankan masuk dan hanya bisa melihat dari luar pagar.